Rasa & Selera

Review Buku Anak: 7 Good Habits/ Kisah Tentang 7 Kebiasaan Baik (Bilingual Book)

Review Buku Anak: 7 Good Habits

Judul Buku : 7 Good Habits/ Kisah Tentang 7 Kebiasaan Baik
Penulis : Naning Chandra
Ilustrasi : Clarissa Yoranouw
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer (BIP)
Jumlah Halaman : 146 Halaman
ISBN 13 : 9786023941483
Harga : Rp. 75.000

---

Susah-susah gampang memilih buku anak untuk Fais. Ada yang gambarnya kurang menarik bagi Fais, ada yang alur ceritanya terlalu panjang, ada yang kisah ceritanya "ga asik" menurut Fais dan ada juga buku cerita yang tebal/ banyak halaman. Sebenarnya buku ini tergolong tebal, tapi buku yang ini Fais suka, mama juga suka karena mengandung pesan moral yang bisa dijadikan contoh untuk Fais. Buku ini merupakan buku kisah seekor Panda bernama Pong dan 6 sahabatnya. Cerita keseharian mereka ternyata dapat dijadikan proses belajar untuk menumbuhkan dan melatih kebiasaan-kebiasaan baik.

Review Buku Anak: 7 Good Habis

Buku cerita anak 7 Good Habits ini gambarnya lucu dan penuh warna, bahasanya ringan dan kalimatnya pendek-pendek, sekitar 3-4 kalimat dan mengandung kalimat percakapan. Buku bilingual ini, di setiap halamannya berisi gambar, cerita versi bahasa Indonesia dan cerita versi bahasa Inggris. Dalam buku ini ada 7 judul yang mewakili 7 Good Habits, yaitu:

1. Habiskan Makananmu dan Susumu
2. Mandi dan Sikat Gigi
3. Mengucapkan Terimakasih
4. Meminta Maaf
5. Meminta Izin
6. Berbagi
7. Buang Sampah pada Tempatnya

Ada pesan moral yang disimpulkan diakhir cerita. Yang menarik adalah adanya halaman aktivitas/ permainan ringan yang berkaitan dengan judul cerita. Misalnya saja cerita tentang Meminta Izin.

Dikisahkan Pong yang memiliki adik perempuan bernama Ping, sedang mencari pinsil warna miliknya yang hilang. Pong mencari seisi rumah, bertanya kepada ibu, menelpon teman-temannya tapi tidak ketemu juga. Sampai akhirnya Pong menemukan Ping sedang bermain dengan pinsil warna yang ia cari di kamarnya. Pong kesal, ia berteriak memanggil ibu dan merebut pinsil warna dari tangan Ping. Ibu bergegas menghampiri, Ping ketakutan dan bersembunyi dibalik tubuh ibu. Ibu berusaha menenangkan keduanya dan bertanya sebabnya. Ternyata, Ping ke kamar Pong, tapi Pong tidak ada di kamarnya, lalu pinsil warnanya Ping pinjam tanpa izin Pong.

Ibu memberi nasihat,"Anak-anak yang baik, ingatlah selalu untuk memimnta izin dahulu jika hendak meminjam barang yang bukan milik kalian. Tapi, kalian tidak boleh marah atau memaksa kalau pemiliknya tidak memberikan izin. Mengambil yang bukan milikmu adalah mencuri." Dan Ping pun meminta maaf dan meminjam pinsil warna dengan baik kepada Pong. Pong pun meminta maaf karena telah marah terhadapnya dan memberi izin Ping untuk memakai pinsil warnanya bersama-sama.

Di halaman aktivitas pada judul ini, ada gambar 5 buah pinsil warna dan di bawah pinsil warna tersebut ada keterangan nama warna dengan huruf yang masih putus-putus, misal Merah Red di bawah gambar pinsil Merah. Tugasnya adalah menebalkan huruf tersebut dengan pinsil warna.

Masing-masing judul punya aktivitas berbeda, ada yang mencari 4 perbedaan dari 2 gambar, ada yang mencari rute/ maze, ada yang menjawab pertanyaan-pertanyaan berdasarkan cerita, dan lainnya. Menyenangkan bukan? ;)

"Gitu sih kalo udah punya pemikiran sendiri!", begitu ucapnya dengan kesal. Yang menyakitkan, kadang setelah kalimat itu, ada gumaman atau umpatan yang terlontar :(

Penyebabnya biasanya sepele. Masing-masing punya pemikirannya sendiri, masing-masing merasa benar jadi tidak mendengarkan yang lain. Akar permasalahannya adalah komunikasi yang tidak pakai hati. Bicara singkat atau bicara terburu-buru sehingga pesan tidak tersampaikan dan tidak diterima dengan baik. Ini nih yang suka bikin miskom (miss communication) yang berujung dengan debat. Cara menyampaikan pesan yang tidak elok pun bisa membuat kalimat itu mental. Perhatikan juga situasi dan kondisi lawan bicara, apakah siap menerima pesan atau tidak.

Misal saja beberapa waktu lalu. Saat itu kami berada di mall. Ketika sedang makan siang, anak kami meminta buang air besar.

"Bener mau pub sekarang?", tanyaku. "Hm, ga jadi deh ma, nanti aja abis makan."

Dan setelah selesai makan, ternyata rasa ingin pub anakku sudah hilang. Namun ketika kami masuk di satu tenant tiba-tiba anak kami minta pub dengan terburu-buru. Karena kondisi ku yang tinggal bayar ke kasir, anak kami dengan strollernya dibawa suami ke toilet. Aku berteriak dari depan kasir "Pa, bawa ke toilet premium aja, ada toilet pendek untuk anak, dia lebih nyaman duduknya."
Suami hanya diam berlalu. Ku pikir suami meng-iya-kan kalimatku untuk turun satu lantai ke toilet premium.

Merasa tenang sejenak, di depan kasir aku melihat-lihat barang etalase sambil menjaga anak keduaku.
Beberapa waktu kemudian suamiku kembali.

"Bawa pempers ga?", tanyanya. Aku menjawab, "Duh ga bawa pa, ada di mobil."

Raut mukanya terlihat kesal, sambil terburu-buru keluar toko dia bilang, "Di sebelah kanan ya" sambil menunjuk pintu keluar dan belok ke arah kanan.

Aku masih mengantri bayar, tapi pikiran sudah tidak tenang.
Pikirku, nanti ambil eskalator di arah kanan untuk turun satu lantai menuju toilet premium.
Setelah bayar, ku kejar suamiku, namun aku sudah kehilangan jejaknya. Ku telpon dua handphone nya tidak diangkat. Ku telpon berulang kali dan akhirnya diangkat, "Pa, papa dimana? Tadi aku kejar tapi ga ketemu." "Di Toilet.", sesimple itu jawabnya dan telpon ditutup.

Dengan bingung aku berlari sambil menggendong anak keduaku, mencari eskalator turun dan mencari toilet premium, aku lupa di mana persisnya lokasi toilet itu, aku hanya ingat ada di lantai bawah. Aku tanya penjaga mall, ternyata aku salah arah, lari-lari lagi. Sesampainya di toilet premium aku menunggu sebentar, lalu aku telpon lagi, "Pa, papa di dalam? aku di luar ya".

Khawatir suami kerepotan, aku memutuskan membayar toilet untuk masuk. Dan ketika ku buka toilet anak, "Lho, kok ga ada? Pada kemana ya?", celetukku. Ga lama suami nelpon, "Kamu di toilet premium?!". "Iya", jawabku. "Ahh..! Udah tunggu di sana aja." dan telpon pun ditutup.
Lalu aku pun bingung.

Ternyata, di sebelah kanan tenant itu ada toilet umum, memang tidak ada closet untuk anak, tapi berhubung anakku sudah kebelet, suamiku memutuskan untuk ke toilet itu saja.

Yaa yaa..

Maaf ya pa, mungkin aku kurang menyimak instruksi yang disampaikan.

Bagaimana solusinya?